Prolog
Bulan Agustus-September ditahun 2015 akan selalu berbeda dari bulan-bulan
lain yang pernah saya lalui dalam hidup ini. Dua bulan ini akan menjadi salah
satu bulan yang paling berkesan dalam hidup saya. Bersama dengan dua puluh lima
orang mahasiswa berbagai fakultas di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, kami
bertolak untuk memulai pengabdian di akhir tugas studi kami, untuk bertemu
teman-teman dan saudara setanah air yang berada di ujung timur Indonesia,
Kabupaten Intan Jaya.
Kabupaten Intan Jaya, sebuah kabupaten indah yang terletak di
punggung Pegunungan Jayawijaya. Di Kabupaten inilah puncak tertinggi Pegunungan
Jayawijaya, Puncak Cartensz, bertengger dengan salju abadinya yang gagah. Kabupaten
ini dibagi kedalam lima distrik; Agisiga, Biandoga, Hitadipa, Homeyo, Sugapa
dan Wandai. Karena KKN difokuskan pada satu distrik, fokus kami adalah Distrik
Sugapa.
Ketika matahari mulai terbenam, maka cerita saya akan segera
dimulai. Cerita ini
akan menjelaskan tentang kondisi kelistrikan di tempat kami KKN.
Gambar 1. Susasana matahari terbenam di penginapan kami, Sugapa (Sumber : Dokumentasi Tim) |
Malam Pertama di
Sugapa
Mungkin kita yang hidup di kota besar, tidak pernah pusing dengan
permasalahan listrik. Bagi teman-teman di Intan Jaya, listrik adalah barang
mewah nan sulit didapat. Ya, karena posisi geografis kabupaten ini yang
sulit diakses, membuat infrastruktur dan aliran listrik
dari PLN belum sampai di Kabupaten Intan Jaya. Bisa dibayangkan, pada malam
hari, sebagian besar rumah temaram dalam gelap. Sayup-sayup saya hanya melihat kobaran
api dari perapian menemani dinginnya malam di Sugapa.
Pada malam pertama disana saya bertanya kepada salah satu adik yang kebetulan main ke
penginapan kami hingga agak malam.
Saya : “Adik,
langit di luar su gelap. Tidak kah kau ingin pulang adik?”
Adik : “Iya
kaka, sebentar lagi sa pulang ke sa pu rumah.”
Saya : “Tidakkah,
langit gelap diluar. Ko punya senterkah?”
Adik : “Sa tra
punya jadi.”
Saya : “Ko
lihat jalan itu pakai apa kah?”
Adik : “Itu
sudah kaka, sa pakai rembulan.”
Saya : “Serius dik!? (sebenarnya keadaan di luar benar benar
gelap). Ko di Honai pakai apa jadi, kalau ko mau belajar malam-malam?”
Adik : “Sa pakai itu api kakak.”
Saya : “Api unggun maksudnya.”
Adik : “Iyo.”
Takut
menahannya terlalu lama, kemudian saya menyuruhnya pulang. Di sini sa berarti
saya, ko berarti kamu, tra berarti tidak dan pu berarti punya *dialek Indonesia
Timur.
Honai
adalah rumah adat khas papua, terdiri dari bilah kayu yang disusun dengan
rumbai-rumbai ilalang diatasnya. Didalamnya terdapat perapian sederhana untuk
memasak, menghangatkan diri, dan penerang pada malam hari.
Itulah
sekelumit percakapan saya dimalam pertama kami menginjakkan kaki di tanah
Sugapa. Aksesibilitas listrik disini sangat minim. Jangankan untuk mengecharge
hp dan laptop, untuk lampu yang menyala saja masih banyak yang belum bisa
mengakses. Karena belum ada listrik yang masuk dari PLN, maka
pengadaan listrik dilakukan dengan usaha dari Pemerintah Daerah dan swadaya
oleh masyarakat. Tetapi tetap
saja, hal ini masih belum mampu untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat,
terutama yang tinggal di dalam Honai dan yang berada di daerah terpencil.
Meretas Gelap dengan Panel Surya
Dengan berbagai keterbatasan ini, tidak
membuat masyarakat Intan Jaya berputus asa. Lewat Dinas Pertambangan dan
Energi, mereka membuat rencana-rencana terkait dengan pengadaan listrik di
Intan Jaya, salah satunya adalah panel surya. Panel Surya adalah salah satu cara untuk
memanfaatkan energi alternatif berupa sinar matahari dan diubah menjadi energi
listrik. Pada siang hari, sistem ini akan mengambil energi dari matahari.
Energi berjenis DC ini disimpan dalam media penyimpan biasanya berupa aki (baterai). Aliran
DC dari aki akan diubah
menjadi AC oleh inventer. Baru setelah itu listrik AC bisa
dimanfaatkan untuk menghidupkan tv, charger laptop, hp, dll. Secara sederhana skema Panel Surya
sebagai berikut :
Gambar 2. Skema sederhana dari panel surya
Sumber : https://tenagamatahari.wordpress.com
|
Saya membagi jenis-jenis Panel Surya yang
terdapat di Intan Jaya dalam beberapa tipe :
a. Panel Surya
untuk Lampu Penerangan Jalan
Untuk lampu penerangan jalan, sebenarnya sudah terpasang 150 buah dari
bandara hingga daerah Mamba. Dengan jenis yang menurut saya lumayan bagus
(lampunya LED), pastinya sebuahnya berharga lumayan mahal, ditambah biaya
angkut menuju Intan Jaya yang tidak mudah. Sayangnya, masyarakat yang tidak
mengerti, banyak yang memotong
dan menjual lampu penerangan ini dengan tidak bertanggung jawab. Sehingga saya
kira-kira hanya sepertiga ruas jalan yang masih diterangi oleh lampu ini.
Gambar 3. Beginilah kondisi lampu penerang jalannya (Sumber : Dokumentasi Tim) |
b. Panel Surya untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Tercatat ada tiga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang ada di
Kabupaten Intan Jaya. PLTS terpusat ini berada di Kampung Bilogai, Titigi dan Bilai. Menyusul
dibangun di dua distrik lain. Kebetulan waktu itu saya dan teman
saya Ryan sempat mengunjungi salah satu PLTS Terpusat yang berada di Desa
Bilogai dengan
ditemani “jurukunci” dari PLTS tersebut, Pendeta Johanes Abugau.
Gambar 4. Panel Surya yang ada di PLTS Terpusat Bilogai (Sumber: Dokumentasi Tim) |
Gambar 5. Baterai untuk menyimpan energi dari PLTS (Sumber : Dokumentasi Tim) |
Meski sudah ada
PLTS terpusat, belum adanya sosialisasi yang diberikan kepada warga membuat
terjadi beberapa kerusakan akibat kurang pahamnya warga cara menggunakan PLTS
ini. Adanya warga yang menyalakan genset dan aliran dari PLTS membuat kerusakan pada
PLTS yang menyebabkan PLTS sempat berhenti beroperasi.
c. Panel Surya
untuk Pemakaian Rumahan
Pemerintah sudah memulai program pembagian panel surya kepada rumah-rumah sehat
sejak tahun 2013. Pada pengadaan pertama, tercatat 300 panel surya dibagikan
kepada warga di tiga distrik, Agisiga, Hitadipa, dan Sugapa. Pada pengadaan
kedua, tercatat 150
panel surya dibagikan kepada warga. Pada pengadaan ketiga tercatat 100 panel
surya dibagikan kepada warga di distrik Homeyo, Wandai dan Biandoga. Meski sudah 550
panel listrik sudah dibagikan, perlu diadakan upaya follow up dari program tersebut ataupun maintenance untuk mengecek kondisi panel surya itu oleh pemerintah.
Selain program dari pemerintah, sudah banyak
usaha swadaya dari masyarakat yang mengadakan panel surya secara mandiri.
Sebut saja masjid, sekolah, gereja, kontraktor, hingga rumah-rumah warga.
Mengingat sudah banyaknya masyarakat yang menggunakan Panel Surya, perlu adanya
perhatian lebih dari pemerintah untuk memberi mereka edukasi lebih lanjut,
terutama tentang pemasangan dan perawatan yang sampai saat ini masih
alakadarnya.
Gambar 6. Gambaran kondisi pemasangan panel surya di salah satu perusahaan kontraktor (Sumber : DokumentasiTim) |
Panel Surya sesungguhnya adalah solusi praktis
dan cepat untuk ketersediaan listrik di Intan Jaya. Mengingat pemasangan dan
perawatan yang relatif mudah dan kemampuan untuk dirakit di daerah terpencil
membuat panel surya lebih mudah untuk didistribusikan di daerah terpencil di
Intan Jaya. Tetapi mengingat umurnya yang tidak begitu lama dan harganya yang
lumayan mahal, perlu dipikirkan sumber listrik yang lebih permanen untuk daerah
ini.
Meretas Gelap dengan Genset
Salah satu cara lain yang sering digunakan
adalah dengan menggunakan mesin genset. Mesin ini adalah mesin yang mengubah energi
kimia (dari bahan bakar) menjadi energi listrik. Genset ini lumayan praktis, hanya dengan mengisi bahan bakar (bisa
bensin atau solar, tergantung jenis gensetnya) maka listrik berkapasitas lumayan besar
akan didapat. Permasalahannya adalah, harga dari bahan bakar itu sendiri yang
terhitung mahal, hinggal 50.000 rupiah perliternya. Ada dua jenis genset yang dipakai
di Intan Jaya, dibagi berdasarkan kapasitas.
a. Genset berkapasitas kecil – rumahan
Genset ini adalah genset yang hanya mampu mengalirkan listrik dalam skala rumahan.
Penginapan Tim KKN termasuk yang menggunakan genset berbahan bakar solar. Genset
di tempat KKN kami hanya dihidupkan rata-rata dari jam 5 sore hingga 10 malam,
itu saja sudah menghabiskan hampir 5 liter solar, setara 250 ribu!
b. Genset berkapasitas besar
Genset berkapasitas besar ini lebih tepatnya PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel). Pembangkit listrik ini secara sederhana bisa dibilang genset berukuran
besar. PLTD berlokasi di depan penginapan kami. Sayangya belum bisa dioperasikan karena
instalasi tiang dan jaringan listriknya belum selesai. Rencananya listrik dari
PLTD ini hanya digunakan untuk perkantoran yang berada di Intan Jaya, kerena
penggunaannya akan berbayar.
Meretas Gelap
dengan Mikrohidro
Salah satu alternatif permanen yang bisa untuk memberikan listrik pada
seluruh kabupaten ini adalah dengan mikrohidro. Mikrohidro adalah sistem yang
memanfaatkan energi gerak dari air (biasnaya di sungai derasi atau air terjun)
untuk diubah menjadi energi listrik. PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro) di Intan Jaya saat ini sedang dalam tahap penjajakan dan analisis
oleh kontraktor. Dinas Pertambangan dan Energi sudah berusaha memberikan
proposalnya ke kementerian-kementerian terkait. Total anggaran yang
dibutuhkan mencapai 150 Milyar. Pembangunan di kabupaten ini menjadi serba mahal karena
menggunakan pesawat dan helikopter untuk mengangkut segala macam peralatan yang
dibutuhkan. Kebetulan saya bersama teman saya, Ryan, Echi
dan Rhara sempat mensurvei lokasi dari pembangunan Mikrohidro ini. Lokasinya
yang berada di dalam hutan, melewati banyak tebing dan bukit, membuat jalan menuju
lokasi lumayan sulit dan menantang.
Gambar 7. Rencana lokasi pembangunan Mikrohidro (Sumber : Dokumentasi Tim) |
Setitik Cahaya
Semua usaha diatas adalah bentuk ikhtiar bersama untuk menghadirkan listrik
di tengah masyarakat. Listrik ini menjadi salah satu kebutuhan penting, kenapa? karena dengan
rasio elektrifikasi (keteraliran listrik) yang semakin tinggi, maka taraf hidup
dan daya saing masyarakat akan semakin tinggi. Bayangkan betapa mudahnya anak-anak belajar di
malam hari, mengakses komputer di siang hari jika listrik sudah ada. Bayangkan
betapa mudahnya dokter yang mengobati pasien di malam hari, yang menyalakan
peralatan medis disiang hari jika ada listrik. Bayangkan betapa mudahnya pegawai kantor
mengetik, mengeprint, menggandakan laporan jika sudah ada listrik. Bayangkan
betapa mudahnya toko-toko berjualan, lampu, hingga mesin fotokopi jika ada
listrik. Bayangkan betapa mudahnya kontraktor bekerja, mengelas, memnyolder,
jika ada listrik.
Banyak potensi
alam di Kabupaten Intan Jaya yang layak untuk dikembangkan lebih lanjut.
Misalnya potensi mikrohidro pada sungai sungai di kabupaten ini. Tetapi tidak
lupa dengan faktor edukasi dari masyarakat yang harus terus ditingkatkan
masalah pentingnya dan cara merawat sumber-sumbe listrik yang sudah ada. Listrik akan menjadi setitik cahaya untuk
menerangi Intan Jaya dari gelapnya kemiskinan, keterbelakangan dan akses yang
buruk. Listrik akan menebar cahaya kehidupan dan kesejahteraan bagi masyakarat
Intan Jaya. Semoga titik cahaya di langit malam Sugapa
semakin terang.
0 comments:
Post a Comment