Untukmu,
Yang berpaling, bahkan sebelum langkah kita sempat beriring
Yang menutup kata, ketika cerita masih dalam lamunan
Yang meringis, bahkan sebelum gulung ombak mengikis
Yang hening berdiri, tepat di balik cermin menatap mata panjang dalam diam
Yang menangis, walau bibir menyungging senyum menawan
Langkah kaki tidak selamanya bisa terus terambil, ragu adalah niscaya
Layaknya harapan yang datang dan pergi serupa siang dan malam, fajar dan senja
Kedua kakimu hilang pijakan, tak lagi mau membawamu pergi jauh
Kadang, hatimu meminta berhenti; cukup. Sampai di sini saja, katanya
Karena lelah bukan lagi kata yang cukup untuk perasaan yang memenuhi relung dada
Aku tahu kamu ingin berhenti; di titik yang tidak ada nestapa dan lelah payah selanjutnya
Aku tahu kamu memilih cukup; saatnya kamu menikmati sisa hidup
Tetapi henti kisahmu, tidak akan pernah jadi milikmu untuk menentukan
Mau tak mau, hidupmu akan tetap berlanjut,
Waktu bisa jadi bergerak linear, bisa juga tidak
Kadang bulan berganti tanpa kamu sadari.
Kadang satu fajar menarikmu turut serta, dalam tiap detak jarumnya
Aku
Melihatmu, yang berjalan namun tak mau
Melihatmu, yang terus berusaha meski tak lagi ingin
Melihatmu, yang mempertanyakan kembali mimpi-mimpimu
Melihatmu, yang bertahan, tapi terasa rapuh
Kamu ingin dipercaya, tapi hatimu sendiri meragukan kokoh punggungmu
Kadang...
Kamu ingin berhenti saja, entah bagaimana
Kenapa?
Kamu selalu berkata,
Hidup tak selalu mengajakmu tamasya di bawah langit berbintang,
Hidup tidak selamanya menuju pelangi yang indah
Hidup tak selalu menawarkan terang rembulan di dalam pekatnya malam
Hidup tak selalu menyuguhkan cinnamon apple tea kesukaanmu tiap kali kamu pulang, dengan badan lelahmu, atau peach earl grey tart favoritmu
Ketika kamu tidak ingin apa pun selain manis untuk menahan tumpah air mata
Sekalipun hidup membawamu ke hutanーtempat favoritmu selain lautan,
Hidup bisa saja meninggalkanmu sendirian tanpa peta
Kamu merasa cukup lelahnya, cukup pekatnya dalam rimbun pucuk dedalu
Cukup... saja
Aku akan selalu mengingatkanmu pada banyak orang-orang hebat di luar sana
Mereka, yang terus bergerak meski hidup terus mencemoohnya
Mereka, yang meski usaha tidak pernah menjamin bagaimana hidup memperlakukannya
Mereka, yang tetap berjalan. meski bahu kecilnya perih menanggung hidupnya
Mereka, yang selalu tersenyum bahagia
Kamu?
Katamu... kamu ragu,
Pada dirimu sendiri, apakah terus patuh atau berkhianat nantinya
Pada sejuta kemungkinan yang tidak pernah pasti
Pada ketiadaan kemungkinan yang bisa kamu pilih. ketakutanmu mengalahkan keinginanmu
Pada relung kabut didepan sana
Ketakutan-ketakutanmu yang tidak pernah bisa kamu utarakan,
yang terus berbisik tanpa bisa kamu hentikan
Ketakutan itu terus tumbuh bersamamu, di sepanjang waktu
Apa yang kamu takutkan?
Kamu bergeming, lalu menggeleng.
Kutanya, kenapa?
Kamu bilang, terlalu banyak yang kamu takutkan sepanjang perjalananmu
Tapi ketakutan tentang dirimu, adalah ketakutanmu yang paling besar
Kenapa?
Tangismu pecah.
Aku berhenti bertanya, aku ingin menyentuh bahumu, lalu mendekapmu erat
Tapi kamu terlanjur berbalik, aku melihat punggungmu bergerak menjauh
Padahal sebelumnya kamu berdiri mengamatiku lama sekali,
Di depan cermin seolah kita sahabat lama
Kupikir kamu percaya padaku. untuk menceritakan ketakutanmu
Sebab aku adalah bagianmu; pojok kosong hatimu yang terus berbisik agar kamu tetap bertahan
20 Agustus 2016
Dariku untukmu, bayang dibalik cermin itu
Gubahan dari langkah diantara peron Stasiun Sendai
Terimakasih
0 comments:
Post a Comment