Perjuangan, Kegagalan dan Kontribusi: Jalan Panjang Meraih Beasiswa
Sebuah Analogi Buah Pir
Saya ingat betul, di suatu Rabu yang indah, di tengah hiruk-pikuk wisuda Universitas Gadjah Mada, sayup-sayup dari kejauhan ada seseorang yang memanggil saya. Sedikit terburu-buru dia berjalan cepat untuk menghampiri saya, tampak tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan bertemu masnya yang sudah jarang di Yogyakarta ini. Dia adalah adik kelas Teknik Mesin saya, dengan korsa biru dongker kebanggaan, kami berdiskusi banyak hal tentang kehidupan, kuliah lanjut, hingga apa saja yang harus dia persiapkan.
Akhirnya dia bertanya: “Mas Nabil, bagaimana sih caranya biar bisa lolos beasiswa?” Saya terhenyak, dan mencoba berpikir dalam-dalam untuk menjawabnya. Pertanyaan itu seungguhnya simpel tetapi cukup sulit untuk dijawab. Saya suka untuk menggunakan analogi Buah Pir dalam tulisan Pak Made Andi Atsana (https://madeandi.com/2012/06/18/pirku-malang-pirku-tersayang/). Singkatnya dalam tulisan itu, beliau menganalogikan penyeleksi beasiswa sebagai pembeli buah Pir, dan calon-calon awardee sebagai buah Pirnya. Dalam tulisannya, Pak Made Andi berkata bahwa ada satu masalah untuk memilih Pir terbaik; waktu. Sang pembeli tidak mungkin menghabiskan waktu berdiri di depan etalase toko hanya untuk memilih pir terbaik, akhirnya sang pembeli akan mengambil yang “terbaik” yang dapat terlihat dan terjangkau olehnya.
Seperti itulah kira-kira proses seleksi beasiswamu nantinya, jawabku. Boleh jadi, ribuan Pir-pir lain yang tidak terpilih akan sedih, kecewa dan mungkin marah-marah di etalase toko tersebut. Dan yang terpilih akan bersyukur tak terkira, berharap bisa meraih fase hidup selanjutnya.
Apa yang akhirnya bisa kita lakukan untuk menjadi Pir-pir terpilih itu? Jawabannya hanya satu. Menyiapkan segalanya yang terbaik. Dalam bahasa yang diajakan di SMA saya, MAN Insan Cendekia Serpong; Man Jadda WaJada “Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil” Siapkanlah segala sesuatu persyaratan dengan baik. Beberapa persyaratan membutuhkan waktu yang lama untuk menyiapkannya, seperti IPK, TOEFL/IELTS hingga pengalaman di Curriculum Vitae. Untuk surat rekomendasi dan essay, bisa lah dikejar sebulan sebelum penutupan pendaftaran. Intinya, siapkan yang terbaik yang kita bisa, melewati batas yang mereka syaratkan. Study plan yang jelas dan kongkrit, Proof check essay, menghubungi orang-orang penting yang mengerti track record kita. Semua ikhtiar yang dibutuhkan agar menjadi Pir-pir terpilih, karena insyaallah barangsiapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil, tambahku.
LPDP: Ikhtiar Mencapai Cita-cita Bangsa
“Mas daftar LPDP juga?” Tanya adik kelasku. “Tentu saja.” Jawabku. Sebagai salah satu beasiswa terbesar yang disediakan pemerintah Indonesia, tidak mungkin saya melewatkan pendaftaran LPDP. Meski dengan banyak perubahan besar pada peratuhan tahun 2017 seperti Online Assessment (OA), intake satu kali satu tahun, hingga anggaran untuk keluarga yang dipotong untuk penerima beasiswa master, LPDP tetap menarik dan menjadi tujuan sebagian besar scholarship hunter yang ada di Indonesia.
Pun demikian dengan saya. Semua berkas disiapkan dengan sungguh-sungguh. Berbekal IPK hasil perjuangan 4 tahun kuliah di UGM (http://kagama.co/ipk-tertinggi-program-sarjana-ugm-diraih-muhammad-nabil), pengalaman (dan kesusahan) ketika mengembangkan MINO, sebuah inovasi social berbasis teknologi untuk petani ikan lokal yang Alhamdulillah mendapat kesempatan untuk belajar dan presentasi hingga ke Amerika, Hong Kong, India, Thailand, Singapore, Kamboja, Filipina dan Belgia (https://usaidindonesia.exposure.co/thinking-outside-the-bubble dan - tinyurl.com/MINOUGM). Saya sadar bahwa passion dan apa yang ingin saya ambil untuk meningkatkan inovasi dan penerapan teknologi di Indonesia, adalah bidang-bidang yang tidak jauh dari Technopreneurship, Technology Enterprise, dan Integrated Product Design.
Maka sejak akhir 2016 dimulailah petualangan panjang mencari riset sekolah, jurusan, mencari kontak alumni, dan merancang study plan untuk kebangkitan dan penerapan Inovasi untuk kemaslahatan Indonesia – ujarku pada adik kelasku. Hingga Alhamdulillah mendapat surat rekomendasi dari salah satu petinggi di KemenristeDikti yang mendukung dan mensupport MINO sejak 2016 lalu. Saya bersyukur, pada tahun 2017 pendaftaran untuk luar negeri diundur, sehingga bisa ada waktu tambahan untuk menyiapkan bahasa inggris dan semua berkas dengan matang, ceritaku.
Alhamdulillah, tahap seleksi berkas dilalui dengan lancar. Hingga sampailah pada tahap, baru pada tahun 2017; Online Assessment (OA). Tes ini semacam tes psikologi online dengan indikator VMI dan 15FQ+. Pertama, VMI (Values and Motives Inventory) adalah sebuah asemen yang memberikan profil mengenai nilai-nilai dan motivasi yang menentukan seberapa besar energi atau upaya yang akan dikeluarkan seseorang di tempat kerja. Asesmen ini terdiri dari 122 item dan biasanya diselesaikan dalam waktu ± 20 menit. Yang kedua, 15FQ+ (Fifteen Factors Questionnaire Plus) adalah sebuah kuesioner yang dirancang untuk melihat gambaran umum kepribadian seseorang. Tidak ada jawaban benar atau salah dalam menjawab kuesioner ini. Kuesioner ini terdiri dari 200 pertanyaan. Tidak ada batasan waktu namun umumnya orang-orang menyelesaikannya dalam waktu ± 30 menit. (diambil dari email LPDP hehe).
Dengan sungguh-sungguh, saya mengerjakannya di suatu pagi selepas sholat subuh di Makassar bersama sahabat saya, Fajar Sidik. Kebetulan waktu itu MINO diundang oleh KemenristekDikti untuk hadir dan sharing di RITECH Expo 2017, salah satu pameran inovasi dan teknologi terbesar yang ada di Indonesia. Bebagai persiapan kami lakukan waktu itu, belajar tentang apa itu VMI dan 15FQ+ dan tentu saja membaca apa sih yang LPDP mau untuk menjadi awardeenya. Saat itu saya mencoba mengerjakan dengan menjadi diri sendiri apa-adanya. “Tidak begitu susah.” Kesimpulanku waktu itu, karena hanya skala 1-5 sangat setuju dan tidak setuju, dan skala 1-3 untuk iya, tidak atau ragu-ragu.
Hingga akhirnya, hasil dari OA diumumkan. Waktu itu, saya benar-benar tidak menduga jika akan menerima sebuah penolakan. Ketika portal LPDP dibuka, ada tulisan merah bertuliskan “Mohon maaf anda tidak lolos Online Assessment.” Seketika, saya merasa saya adalah karakter-karakter yang tidak cocok untuk menjadi bagian dari pembangunan bangsa. Bangsa ini tidak membutuhkanku – piluku.
Saya mengerti, bahwa Online Assessment (OA) ini adalah salah satu sistem baru yang dibuat untuk menyeleksi agar awardee LPDP kelak adalah orang-orang yang sesuai dengan apa yang LPDP harapkan; untuk membangun bangsa. Jikalau premisnya dibalik, tentu saja orang yang tidak lolos adalah karakter yang tidak diharapkan bukan?
Berhari-hari saya berpikir dengan keras apa yang salah dengan apa yang saya isi pada saat mengisi Online Assessment. Apakah salah ketika menjadi diri sendiri? Apakah karakter untuk membangun bangsa bisa ditentukan oleh satu jam mengisi pilihan ganda? Apakah ada yang salah dengan prinsip yang saya pegang selama ini? Sebenarnya, berkas yang pernah saya upload untuk mendaftar, apakah sudah terbaca oleh panitia LPDP – seluruh essay dan rekomendasi itu? Apakah OA benar-benar akurat untuk mengukur layak atau tidaknya seseorang? Saya sadar, tiap pembeli Pir pasti punya kriteria "terbaik" versi mereka. Singkat cerita, dititik ini, saya adalah Pir yang masih menunggu di etalase toko tersebut.
Man Shabara Zhafira “Barangsiapa yang bersabar maka dia akan beruntung”
“Yaah, terus bagaimana mas, kok bisa sih?.” Protes adik kelas Teknik Mesinku. “Tenang, insyallah Allah akan selalu memberikan jalan yang terbaik bagi hamba-hambanya yang sudah ikhtiar dan berdoa dengan maksimal.” Kataku.
Ditengah rundung pilu, Alhamdulillah beberapa hari kemudian saya mendapat email bahwa saya dinyatakan lolos sebagai salah satu penerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) untuk melanjutkan master degree di Australia. AAS adalah beasiswa bergengsi tingkat internasional yang didanai oleh Pemerintah Australia, merupakan salah satu beasiswa tertua dan terbesar yang ada di Indonesia, lebih dari 60 tahun beasiswa ini menawarkan kesempatan kepada generasi penerus pemimpin Indonesia untuk melakukan studi, penelitian dan pengembangan professional dengan pendidikan lanjut di Australia. Diantara puluhan ribu pendaftar di seluruh dunia, dan ribuan pendaftar di Indonesia, hanya dipilih 300 kandidat terbaik dari calon pemimpin Indonesia untuk mendapat beasiswa ini. (www.australiaawardsindonesia.org/)
Tidak hanya itu, Alhamdulillah tidak berselang lama, saya mendapat email dari Jardine Foundation. Mereka juga menanggung dengan penuh semua biaya untuk kuliah PhD jika diterima di Oxbridge (Oxford - Cambridge). Jardine Foundation merupakan persekutuan pendidikan yang didirikan pada tahun 1982. Jardine Foundation mempersembahkan program Jardine Scholarship setiap tahunnya untuk pelajar internasional dengan tujuan memberikan mereka kesempatan mendapatkan pendidikan tinggi di universitas top di dunia, yaitu University of Oxford dan University of Cambridge agar mereka yang berpotensi bisa menjadi seseorang yang luar biasa dan bisa berkomitmen pada masyarakat. Dengan berfokus pada leadership, community development dan high academic capability, sejak tahun 1982, beasiswa ini sudah diberikan kepada lebih dari 230 pelajar luar biasa dari berbagai negara, mulai dari Kamboja, Cina, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. (http://www.jardines.com). Untuk tahun 2017 sendiri, dari jalur academic scheme hanya terpilih 6 orang awardee dari Indonesia.
Ditambah, Alhamdulillah proses panjang untuk menjadi visiting researcher di HZDR Helmholtz-Zentrum Dresden-Rossendorf , Jerman akhirnya memberikan jawabannya. HZDR adalah adalah sebuah laboratorium penelitian di Jerman, merupakan salah satu anggota Helmholtz Association, grup elit laboratorium yang berada di Jerman. Penelitian dilakukan di tiga fokus: materi, kesehatan, dan energi. (https://www.hzdr.de/) Nantinya, saya akan riset lebih lanjut tentang Microbubble Technology di salah satu tempat terbaik di bidang Mekanika Fluida: HZDR (kata Pak Deen hehe).
“Karena saya percaya, jalan yang diimpikan manusia, belum tentu yang terbaik di mata Allah. Kita hanya bisa berikhtiar dan bersabar untuk menjadi Pir-Pir yang terpilih itu, siapa tau Pir yang terpilih selanjutnya itu sebenarnya lebih bermanfaat di tangan anak-anak kelaparan yang datang setelah pembeli pertama pergi. Barangsiapa bersabar, insyaallah dia akan beruntung.” Ujarku penutup percakapan.
Epilog
Tulisan ini ditujukan kepada tiga kelompok;
Yang pertama, saya tahu ada ribuan orang lain yang mungkin sedang meratap kenapa kenapa kita tidak lolos Online Assessment. Dengan asumsi ada hampir 8ribu pendaftar untuk luar negeri tahun 2017 ini, dan asumsi rumor angin persentasi ketidak lolosan 60% untuk OA, secara kasar ada 4,8ribu orang yang bernasip seperti saya. Percayalah teman-teman sekalian, hidup kalian belum berakhir. Ada ribuan beasiswa dan kesempatan lain di luar sana yang mungkin lebih pas, lebih cocok dan lebih membuat kalian berkembang. Saya percaya, bahwa pada akhirnya tugas kita untuk mengabdi dan membangun bangsa ini tidak selesai hanya gara-gara ganjalan kecil seperti ini – go ahead, you will find another chance for Indonesia. Pun saya juga percaya jika LPDP melakukan yang terbaik untuk memilih kandidat-kandidatnya, dan tentu saja, saya berharap LPDP bisa tumbuh dan berkembang lebih baik dari tahun ke tahun untuk membangun bangsa lewat awardee-awardeenya.
Yang kedua, Saya mengucapkan selamat berjuang kepada 40% sisanya yang lolos OA. Kalian hebat dan luar biasa! Kalian ada yang terpilih dari yang terpilih. Ingat bahwa, berbeda dengan saya, Insyaallah, yang menggunakan dana dari negara lain untuk belajar (menambah devisa negara lah dikit-dikit, hehe), kalian para awardee LPDP akan menggunakan dana rakyat untuk bersekolah di luar negeri. Dana-dana yang berasal dari peluh petani Indonesia, tetesan darah tentara penjaga perbatasan, hingga lelah tukang-tukang becak di pinggir jalan Malioboro. Mimpi yang kalian tanggung tidak hanya milik 4,8ribu kandidat yang gagal lanjut, tetapi juga 260 juta rakyat republik ini!
Yang ketiga, tentusaja kamu. Yang sedang membaca tulisan saya sampai akhir.
Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sudah bersedia sharing dan membantu saya selama ini - yang tidak bisa saya sebutkan satu demi satu. Wa bil khusus, Prof Indarto, Pak Deendarlianto, Pak Kusmono, Pak Khasani, Pak Herianto, Prof Ainun, dan Kedubes Amerika yang sering saya repotkan untuk meminta surat rekomendasi beasiswa saya hingga saat ini.
Terakhir, Selamat berjuang lepada sahabat saya Fajar Sidik yang akan tes substansial LPDP bulan depan. Kamu pasti bisa bro. Dan juga Muhammad Hartono (anton) maaf banget akhirnya saya gagal nyusul untuk kuliah di universitas yang sama. Akhirnya, kita akan menjadi bagian dari pembangunan bangsa ini, cuman saya akan menempuh jalan yang berbeda.
Terakhir, Selamat berjuang lepada sahabat saya Fajar Sidik yang akan tes substansial LPDP bulan depan. Kamu pasti bisa bro. Dan juga Muhammad Hartono (anton) maaf banget akhirnya saya gagal nyusul untuk kuliah di universitas yang sama. Akhirnya, kita akan menjadi bagian dari pembangunan bangsa ini, cuman saya akan menempuh jalan yang berbeda.
Sampai bertemu di Puncak Kebermanfaatan,
Kawanmu
Muhammad Nabil Satria Faradis
Menanggapi banyaknya pesan dan pertanyaan yang masuk kepada saya beberapa hari terakhir dan juga janji untuk berbagi lebih lanjut tentang beasiswa. Saya berharap tulisan ini bisa menjadi pembuka yang pas untuk rangkaian cerita dan pergulatan saya tentang beasiswa. Saya berdoa, apa yang saya alami bisa menjadi hikmah dan pembelajaran untuk teman-teman yang lain dalam meraih mimpi dan memberikan manfaat untuk yang lain.
Tema selanjutnya adalah 1001 tentang beasiswa Jardine. Saya tersadar, masih sedikit literasi dalam berbahasa Indonesia tentang beasiswa ini. Semoga bisa membantu.